Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Membandingkan diri dengan orang lain; antara menanam kecewa atau menuai inspirasi.

Oleh

Yudhistira

Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Membandingkan diri dengan orang lain; antara menanam kecewa atau menuai inspirasi.

Oleh

Yudhistira

11/08/2025

Kita sering membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Mulai dari ujung rambut hingga sepatu, prestasi, bahkan penderitaan, bisa menjadi dasar perbandingan. Kendati kerap melahirkan rasa iri, sedih, serta benci, kebiasaan membanding-bandingkan juga dapat menjadi api untuk memotivasi seseorang.

Stephen Garcia, seorang Associate Professor Psikologi dari Universitas Michigan, menulis artikel ilmiah berjudul “Social Comparison” bersama Arnor Halldorsson, seorang sarjana Psikologi dari universitas yang sama. Dari tulisan mereka, saya mengetahui Social Comparison Theory yang digagas pertama kali oleh Leon Festinger—psikolog sosial asal Amerika—pada tahun 1954, bahwa people compare themselves to others in order to fulfill a basic human desire: the need for self-evaluation. Festinger menyimpulkan bahwa manusia bisa mengenal dirinya sendiri lewat membanding-bandingkan.

Membandingkan adalah pekerjaan yang rumit, metodenya tidak main-main. Terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membanding-bandingkan. Adalah faktor personal yang mencakup individual differences (perhatian, daya saing, target, dll) dan dimension relevance yang berfokus pada medan/area yang relevan bagi individu. Kasarnya, jangan bandingkan hal-hal yang tidak relevan bagi seorang penulis dengan seorang teknisi. Faktor lainnya adalah similarity dan kedekatan. Selain satu medan/area, sebaiknya kita membandingkan diri dengan mereka yang berada pada tingkatan serupa dengan kita. Contoh, bandingkanlah diri kita sebagai atlet profesional dengan mereka yang juga atlet profesional. Terakhir, ada juga faktor situasional yang mencakup kelas sosial, jumlah kompetitor, struktur insentif, standar/norma, dll.

Dalam artikel “The Psychology of Competition: A Social Comparison Perspective” yang dipublikasikan dalam jurnal Perspectives on Psychological Science (2013: 1—17), Garcia, Tor, dan Schiff menggambarkan faktor-faktor tersebut menjadi seperti ini:

Tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut, perbandingan sosial cenderung timpang, tidak layak kualifikasi untuk diundang ke dalam satu ring dan diadu. Perbandingan yang tidak seimbang tersebut tentunya bisa-bisa berujung pada kekecewaan belaka, bukan inspirasi. 

Perlu diketahui juga, social comparison dapat dilakukan ke atas (upward comparison) dan (downward comparison).

Social comparison is a bi-directional phenomenon where we can compare ourselves to people who are better than us—’upward comparisons’—or worse than us—’downward comparisons.’

Garcia dan Halldorsson menggambarkan nilai plus dan minus dari upward comparison serta downward comparison melalui bagan berikut.

Positive and negative effects of upward and downward social comparison. 1. Upward Social Comparison. Positive effects - hope and inspiration. Negative effects - dissatisfaction and envy. 2. Downward Social Comparison. Positive effects - gratitude. Negative effects - scorn.

Dengan mengetahui faktor-faktor di baliknya, kita bisa memanfaatkan perbandingan yang kiranya bisa berdampak baik bagi diri.

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain memang bisa mendorong kita untuk menjadi lebih baik. Tidak jarang, kisah dan pengalaman mereka berhasil memantik semangat. Namun pada waktu tertentu, kita pun sering memaksakan diri: menempatkan kaki di sepatu orang lain untuk berlari di jalur mereka dengan anggapan saya juga bisa karena saya pernah lebih menderita darimu! Padahal, setiap orang hidup dalam ruang dan temponya masing-masing. Sebelum membandingkan, banyak faktor yang perlu diperhatikan; menjelang turnamen, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Jangan sampai kita terjun ke dalam perlombaan yang sebetulnya bukan buat kita, seperti menempatkan rasa syukur di atas penderitaan orang lain. Adakalanya, menang bisa kita capai tanpa mesti ikut bertanding.

Yudhistira

Orang biasa yang suka menulis.

Bagikan:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp

Lihat Juga