Kehilangan: Yang Tak Terhitung dari Statistik Bencana

Rumah dibangun kembali, jalanan diperbaiki, tapi kehilangan cinta tak bisa diganti.

Oleh

Yudhistira

Sumber Foto: AFP
Sumber Foto: AFP

Kehilangan: Yang Tak Terhitung dari Statistik Bencana

Rumah dibangun kembali, jalanan diperbaiki, tapi kehilangan cinta tak bisa diganti.

Oleh

Yudhistira

05/12/2025

Sumber Foto: AFP

Rumah hancur, istri entah masih hidup atau tidak. Ghani bilang, “Saya harus ke mana lagi?” Hati saya remuk membacanya. Sebagai seorang manusia dan suami, air mata saya ikut menetes.

Sepulang dari kerjaannya menjual soft drinks, orang-orang memberi tahu Ghani bahwa rumahnya tersapu banjir. Dia menyusuri jalan Palembayan, Sumatra Barat, sambil memegang secarik foto. “Ini istriku, Marsoni,” katanya kepada mata yang dia temui. Anak mereka meninggal 7 tahun yang lalu. Maka, di antara reruntuhan dan luluh lantak akibat banjir Sumatra, Ghani mencari seluruh dunianya yang masih tersisa: istrinya, Marsoni tercinta.

Per 5 Desember, 846 jiwa melayang. 547 nyawa masih belum ditemukan. Yang terluka sekitar 2.700 manusia. Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat lumpuh karena banjir dan tangan manusia. Pohon dibalak, hutan dibabat. Luas Pulau Sumatra itu 47 juta hektare, tapi hutan alamnya tersisa 10-14 juta hektare. Dari analisis Greenpeace, sejak 1990 hingga 2024, banyak hutan alam di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang sudah disulap menjadi perkebunan, pertanian lahan kering, dan hutan tanaman. 

Pada beberapa kasus, bencana adalah cerminan tamu yang rakus: teken kontrak tambang, tanda tangan deforestasi, lantangnya ancaman erosi yang bertemu jalan buntu bernama hati kepalang tuli. “Disasters are a complex mix of natural hazards and human action,” tertulis dalam buku At Risk: Natural Hazards, People’s Vulnerability and Disasters (2003). Namun, warga terdekat yang mungkin tidak punya niatan merusak lingkungan sekitarnya justru yang paling pertama merasakan bah. Yang paling rentan justru yang menjadi korban, korban kehilangan, kehilangan orang tersayang. Ini luka yang panjang.

Tirai telah dibuka, teater nirempati dipertunjukkan dan bencana terang-terangan jadi lampu sorot ketimpangan. Sutradara lebih suka adegan memanggul beras, wardrobe rompi taktis, atau monolog untuk menjaga alam serta ide kurikulum lingkungan. Sementara itu, seorang anak (Erik Andesra) sedang menyewa alat berat secara mandiri untuk mencari ibunya. Rumah mereka hancur lebur. “Jasad mama ditemukan masih menggunakan mukena yang digunakan saat kejadian. Dari informasi suami adik saya yang selamat, saat itu mama sedang salat di dalam rumah,” tutur Erik. 

Kehilangan itu brutal, dirasakan oleh setiap napas yang masih hidup; atas melayangnya 846 jiwa dan belum ditemukannya 547 nyawa. Catatan data tersebut bukan angka. Mereka nama-nama yang akan terus diingat dengan kencang, sesekali mungkin memantik amarah dan air mata–jauh setelah semua ini berakhir, ketika headline Instagram kembali memberitakan keseharian selebritis.

Rumah dibangun kembali, jalanan diperbaiki, bencana dievaluasi. Tapi, hidup setelah kehilangan orang tercinta? Itu dunia yang benar-benar berbeda.

Yudhistira

Orang biasa yang suka menulis.

Bagikan:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp

Lihat Juga