Di Mana Bumi Dipijak, di Situ Malang Dikapling

PHK, nganggur, asam lambung, asam urat, biaya nikah mahal, kosan naik, token bunyi dan sengkarut lainnya. 

Di Mana Bumi Dipijak, di Situ Malang Dikapling

PHK, nganggur, asam lambung, asam urat, biaya nikah mahal, kosan naik, token bunyi dan sengkarut lainnya.

31/12/2025

Foto: Yusril Fahriza (Komika, Penyiar dan Photo Enthusiast)

Di sebuah kedai, sore selepas hujan, salah seorang di kampung kami pernah berujar: tanamlah optimisme di ujung tahun, insyaalah nanti bakal panen keberuntungan sepanjang tahun depan. Dengan penuh keyakinan diri dia melanjutkan, “Optimisme ibarat bahan bakar yang menggerakkan kendaraan. O, kau pernah mendengarkan istilah ‘resolusi’ tidak, sih? Optimisme akan membawa kendaraan kita melaju kencang. Masa kau ndak mau jadi yang terdepan?”

Kalimat itu seolah melahirkan harapan. Apesnya, kalimat itu meluncur dari mulut seseorang  yang separuh hidupnya dihabiskan dengan berseloroh dan minum kopi. Percakapan tersebut bergulir panjang. Setelahnya, dia, seseorang di kedai kopi ini, menjadi kita. Kami menyatu menjadi dia dan kita dalam satu jiwa. Dia dan kita, tau benar bahwa hidup tak sesederhana ota lapeh di kedai.

Tak lama usai terompet tahun baru berbunyi, dia dan kita ini sadar kalau kendaraan mulai mangkrak. Kadang habis bensin, nabrak orang atau paling sial, ya, ditilang polisi. Halo, Januari dan Februari, kok, ya, hidup mulai ngeri?

Meski tertatih, dia dan kita terus berkendara. Tak harus jadi terdepan, memang. Ndak nabrak aja udah untung. Dia dan kita menengok almanak: Maret, April, Mei, eh, apa-apaan ini? Kok jadi begini.

Dalam kondisi sadar, dia dan kita ini lebih realistis jelang tengah tahun. Berlindung dan mencari ketabahan di puisi Pak Sapardi. Dia dan kita menyusun ulang rencana yang berantakan, merayakan kebingungan kolektif, marah entah kepada siapa. Dalam kondisi lesu, dia dan kita lantas mencari kawan seiring, mengumpulkan sisa-sia energi di tengah perjalanan. Dia dan kita kita kemudian saling menepuk bahu dan (berpura) berdamai dengan kenyataan. “Ya sudah, hidup memang begini, ya gitu lah, ngentot,” kata dia dan kita tersenyum ringkih dalam kondisi setengah teler. 

Alih-alih berdamai, Juli, Agustus dan September mengalikan beban dia dan kita berlipat-lipat. Beban pribadi berbaur dengan kondisi negara. Malang di saku, petaka di depan mata, sama saja. Dia dan kita sering mengeluhkan pidato pejabat publik, kian mahir memaki tiap melihat wawancara politisi dan terbiasa membanting handphone cicilan usai menyaksikan gosip influencer di akun Instagram kita. “Astagaaaaa. Capek gue lihat sosmed. Kenapa sih pemerintah wkwkjdhwhsgsggaaggasgsggsgsgsgs,” kata dia dan kita di sebuah tempat peristirahatan. Kalimat dia dan kita diamini kawan-kawan. Tapi apakah dengan berpura-pura, keadaan membaik? Segala kalimat dan pernyataan dia dan kita berlalu bagai asap rokok di malam hari.

Beban. Petaka. Gumam. Maki. Capek. Ngentot. Dia dan kita ingin lari dan mencari hiburan di tengah situasi ini. Pikiran melayang mengingat stok kebahagian yang dia dan kita punya. Dia dan kita terkenang soal rencana pelesiran ke berbagai tempat di negara ini. Di waktu lain, dia dan kita belanja dengan kartu kredit dengan cicilan 0%. Di waktu lain pula, dia dan kita tak dapat tidur nyenyak karena dihantui mimpi buruk: PHK, nganggur, asam lambung, asam urat, biaya nikah mahal, kosan naik, token bunyi dan sengkarut lainnya. 

Akhirnya dia dan kita (sudah) tak bisa berpura-pura di Oktober dan November. Dia dan kita insaf bahwa dirinya hanya Sisyphus di sepanjang tahun. Dia dan kita ditakdirkan menggulingkan batu besar ke atas bukit yang curam. Batu itu kemudian jatuh. Dia dan kita mengulangi hal yang sama sepanjang waktu tanpa bisa bersembunyi. Di pangkal Desember, dia atau kita bakal mengulang kalimat berisikan optimisme yang sama di kedai kopi yang itu juga, atau tempat lain. Seperti siklus, sebelum dia menjadi kita. Lagi dan lagi.

Rio Jo Werry

Rio Jo Werry adalah jurnalis dan penulis yang sudah menulis di berbagai media. Ia menaruh minat besar terhadap jurnalisme musik dan budaya pop.
  • Rio Jo Werry

    Rio Jo Werry adalah jurnalis dan penulis yang sudah menulis di berbagai media. Ia menaruh minat besar terhadap jurnalisme musik dan budaya pop.

Bagikan:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp

Lihat Juga