Bicara soal consent dalam kasus pelecehan seksual, kita pasti sering dengar kalimat-kalimat ini:
"Tapi dia nggak nolak kok."
"Kita kan udah pacaran lama."
"Dia juga keliatan menikmati."
Padahal consent bukan sekadar tidak menolak, melainkan juga izin yang jelas, sadar, dan sukarela.
Consent secara umum dapat diartikan sebagai pemberian persetujuan yang tidak dipaksakan (voluntary agreement). Dalam ilmu hukum, consent itu penting karena bisa menentukan apakah suatu tindakan dianggap sah atau melanggar hukum. Dengan catatan, consent harus diberikan oleh orang dewasa, dalam keadaan sadar, paham risiko serta situasi, dan tanpa adanya paksaan.
Tanpa adanya consent, tindakan seksual dapat dipandang sebagai pelecehan maupun kekerasan seksual.
“… bahwa dalam hukum pidana, hubungan seksual dapat dikategorikan sebagai tindak pidana atau kejahatan, apabila di dalamnya mengandung unsur ketiadaan consent atau persetujuan.” – Institute for Criminal Justice Reform
Perlu diketahui pula bahwa consent hanya sah jika diberikan dalam kondisi sadar sepenuhnya. Orang yang sedang mabuk, tertekan, dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar, atau masih di bawah umur, tidak bisa dianggap mampu memberikan persetujuan yang valid.
Persetujuan atau consent, bukanlah sesuatu yang bersifat absolut dan berlaku selamanya. Ini adalah pemahaman krusial yang sering kali terabaikan dalam interaksi sosial. Seseorang yang telah memberikan consent pada satu waktu memiliki hak penuh untuk menarik kembali persetujuan tersebut kapan saja, terutama jika mereka mulai merasa tidak nyaman, tidak aman, atau bahkan menyesal.
Misalnya, jika seseorang setuju untuk berbagi informasi pribadi pada suatu kesempatan, bukan berarti informasi tersebut dapat digunakan atau disebarluaskan di kemudian hari tanpa persetujuan yang baru. Begitu pula dalam konteks hubungan pribadi, persetujuan untuk suatu aktivitas intim pada suatu waktu tidak secara otomatis berlaku untuk waktu atau kesempatan lain. Setiap interaksi dan setiap keputusan memerlukan persetujuan yang segar dan eksplisit.
Makanya, tanya dulu, ngobrol, hargai keputusan orang lain, jangan maksa. Maknailah tidak sebagai tidak.
Bacaan lebih lanjut:
- Institute for Criminal Justice Reform. 2020. “Ketiadaan Kesepakatan (Consent) Adalah Dasar Kekerasan Seksual”. icjr.or.id. Diakses 21 Mei 2025.
- Pasinringi, Tabayyun. 2021. “Apa yang Perlu Diketahui tentang ‘Consent’”. Magdalene. Diakses 21 Mei 2025.
- Paramitha, Kartika. 2021. “Pentingnya Consent Sebagai Pagar Pelindung Perempuan Menolak Kekerasan Seksual”. Konde.co. Diakses 22 Mei 2025