Tulisan ini terinspirasi dari kisah para penyanyi perempuan yang sepanjang kariernya tidak pernah mengenyampingkan keinginannya untuk bisa menjadi ibu. Mengandung, melahirkan, dan membesarkan buah hati dengan cara terbaik dan sebaik mungkin.
Circa 2017, saat anak sulung saya baru tumbuh 2 gigi, saya ajak ia ke Yogyakarta. Bersama ibunya, saya boyong untuk ikut menghadiri sebuah showcase tunggal dari seorang penyanyi dan komposer perempuan muda bertalenta. Saat itu ia juga baru menikah. Selama proses persiapan, semua berjalan normal.
Panggung luar kota memang bisa membuka tabir-tabir kisah yang tak terduga. Karena waktu bersama cukup panjang, ada momen-momen yang membuat kisah itu terungkap. Kawan saya ternyata sedang mengandung. Kurang lebih 3 bulan. Belum kelihatan buntingnya.
Ia sengaja sembunyikan kabar bahagia itu yang sebetulnya ingin sekali dibagikan kepada kami, teman-teman musisi pengiringnya karena rangkaian showcase itu melibatkan sebuah brand yang pada ketentuannya melarang para talent tidak dalam kondisi hamil.
Saat itu saya hanya terdiam. Mengusap pundaknya sembari menghela napas panjang sejalan dengan adu pandang yang dalam karena saling mengerti situasinya. Saya paham betul, kawan saya ini sedang berada di persimpangan. Albumnya yang dipersiapkan dengan hati-hati dan sepenuh hati baru saja rilis dan mendapat dukungan sponsor untuk menggelar tur. Tapi di saat yang bersamaan, kontraknya terancam akan dispute karena ada niat untuk memperjuangkan kehamilannya.
Walau showcase berjalan dengan lancar, pancaran dari pikiran yang mengawang masih tersisa. Di belakang panggung, tangis haru tak terbendung. Situasinya saat itu serba bahagia. Tapi tetap terasa ada konflik batin yang menyeruak. Dua kota berhasil dilalui dengan baik. Jakarta dan Yogyakarta.
Keputusan besar sepertinya sudah diambil pasca-Yogyakarta. Ia fokus untuk merawat kandungannya sambil tetap mencari dukungan dari pihak lain. Tidak mudah dan pasti masih dalam nuansa yang serba bingung. Kasih sayang memang akan selalu memancarkan kekuatannya dalam situasi apa pun.
Saat itu sepertinya kawan saya merelakan momentumnya yang berpeluang memuluskan kariernya sebagai penyanyi solo. Kehidupan pun berlanjut. Putrinya lahir dengan sehat dan cantik. Sang ibu pun makin moncer karena dapat momentum lain, bergabung dengan sebuah band yang juga tersohor.
Peristiwa ini pun terjadi pada Andien. Sosok penyanyi populer yang ternyata berjibaku dan bersikap rebel dengan aturan management yang coba mengintervensi keinginannya menjadi ibu. Entah dari mana aturan itu berasal, seakan hal yang bekait dengan bisnis tidak boleh memberikan ruang untuk seorang perempuan tumbuh menjadi ibu.
Andien berontak dalam pikiran dan lakunya. Ia mencari jalan dengan keyakinan penuh yang ia pahami. Stereotipe penyanyi perempuan tidak boleh menikah saat di puncak karier pun ditabrak tanpa ragu-ragu. Ia yang mengaku sempat dilarang menikah, tanpa ragu menerima pinangan sang suami dan tetap menjalankan kariernya dengan segala bentuk penyesuaian. Tidak lagi ngoyo.
Tapi apa yang terjadi? Banyak momentum-momentum lain yang justru lebih melejitkan kariernya. Bulan depan Andien menapaki usia 25 tahun berkarya. Sebuah konser pun tengah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.

Bayangkan saja, saat fase hamil anak pertama, seminggu sebelum melahirkan, Andien masih kuat bernyanyi 12 lagu dalam sebuah pertunjukan. Tiga hari sebelum melahirkan juga masih di studio untuk merekam lagu Indahnya Dunia. Setelah melahirkan pun, Andien dihadapkan oleh fase baru; menyusui.
Seperti yang kita ketahui bersama, untuk mendapatkan asi, perempuan harus dalam kondisi yang prima batin dan fisiknya. Tapi Andien dihadapkan dalam situasi yang tidak mudah, menyusui di belakang panggung. Di sela-sela pekerjaannya. Pikiran dan perhatiannya harus berbagi untuk penonton, dirinya, dan juga sang buah hati.
Andien seakan sadar dan paham betul mereka adalah support system yang membuat hati dan pikirannya justru lebih bahagia sehingga menyusui di belakang panggung jadi rutinitas yang tak terpisahkan. Ini menjadi bukti bahwa perempuan dalam mengandung dan pasca-melahirkan ternyata tidak melemahkan tanggung jawabnya menjalankan peran sebagai penyanyi.
Pun juga mereka para perempuan lain yang bekerja di bidangnya masing-masing pasti menjalankan situasi yang sama di fase ini. Harusnya ini menjadi tonggak pencapaian yang wajib dirayakan bersama orang-orang tercinta di sekitarnya, untuk merayakan karier dan kemampuannya menjadi perempuan.
Baik kawan saya dan Andien tidak bisa terpisahkan dari kegiatan bernyanyi dan berkarya. Andien bahkan mengakui banyak karya yang terinspirasi dari anak. Saya yakin, kawan saya juga demikian. Anak menjadi kapital yang tak terhingga nilainya. Tidak akan pernah terkonversi dengan hal-hal materialistis.
“Metamorfosa waktu hamil Kawa, ada lagu ‘Biru’, ‘Halo Sayangku’, ‘Belahan Jantungku’, ‘Askara’, dan ‘Pelita’. Lalu bikin lagu anak-anak ‘Tiba-Tiba Tabi’ sampai menang AMI Award kategori lagu anak,” ungkap Andien.
Saya haqqul yaqin, para penyanyi perempuan dan juga para pekerja perempuan punya kata hati yang resonansinya bisa melebihi logika-logika bisnis semata hingga mampu memengaruhi sekitarnya untuk dapat merespons langsung. Apalagi kalau sudah urusan anak. Walau tak sedikit pula mereka yang tidak punya pilihan untuk tetap memenangkan hal-hal material karena keadaan. Bagi saya mereka semua dengan berbagai pilihannya adalah makhluk paling istimewa yang Tuhan ciptakan.
Dari kisah kawan saya dan Andien, mereka sama-sama belajar untuk berdaya sebagai seorang perempuan yang kini menjadi sosok ibu. Jangankan untuk memikirkan pekerjaan, memikirkan dirinya saja pasti tidak sempat. Istri saya pun sampai saat ini juga begitu. Maka tak ada alasan jika kita sebagai pendamping dan support system-nya tidak mendukung langkah-langkah yang ingin mereka gapai. Karena banyak perjuangan yang mereka telah hadapi dan berhasil dilalui.
Membaca berbagai literatur dan bertemu orang-orang yang tepat adalah penyangga utama mereka dalam upaya memperjuangkan buah hati yang sedang dikandungnya. Darah daging dan cinta sejati mereka. Bagi mereka, anak memang pembawa inspirasi.
Bagi saya, mereka punya bentuk sejati hatinya yang sepaket dengan kerentanan, ketulusan, dan motivasi terdalam yang tidak selalu tampak di permukaan. Sepertinya tidak ada zona nyaman untuk perempuan. Sebegitu besarnya cita-cita mereka dalam menginginkan sesuatu bisa terwujud demi anak-anaknya.
Sebab, sejatinya ide-ide dan inspirasi mereka akan terus mengembara ketika mereka memahami peran baru mereka menjadi seorang ibu yang pancarannya terus bersinar berkat kehadiran anak-anak mereka.