Jakarta Doodle Fest 2025: Saat Seni Ikut Menghidupkan Suasana Rumah

Acara ini memperlihatkan bagaimana seni membuat barang-barang yang kita temui di rumah menjadi terasa lebih hidup.

Oleh

Iin Isnaini

Jakarta Doodle Fest 2025: Saat Seni Ikut Menghidupkan Suasana Rumah

Acara ini memperlihatkan bagaimana seni membuat barang-barang yang kita temui di rumah menjadi terasa lebih hidup.

Oleh

Iin Isnaini

13/10/2025

Tahun ini, Jakarta Doodle Fest (JDF), sebuah perayaan karya seni visual, mulai dari animasi, ilustrasi, hingga desain grafis, kembali digelar dalam naungan TFR News. Berlokasi di TPH Senayan City, mulai 9 hingga 12 Oktober 2025, Jakarta Doodle Fest hadir dengan tema “Welcome Home, Doodlers”.

Saat melangkah masuk ke area pameran, saya langsung disambut dengan berbagai warna-warni, ilustrasi, dan karya dari para ilustrator. Rasanya hangat; seperti sedang pulang ke rumah nan nyaman yang dipenuhi aneka karya seni hasil dari kreativitas pemiliknya. Lebih dari sekadar pameran, acara ini juga memperlihatkan bagaimana seni membuat barang-barang yang kita temui di rumah menjadi terasa lebih hidup.

Saat berkeliling, spot pertama yang mencuri perhatian saya adalah Design Market: tempat berbagai karya dari lebih dari 50 kreator lokal maupun mancanegara ditampilkan dalam bentuk yang tak hanya indah secara visual, tapi juga fungsional. Ada bantal sofa bergambar Punakawan yang di-remix dengan gaya Steamboat Willie, gantungan pintu bergambar binatang dan celetukan-celetukan spontan, peralatan rumah dari keramik dengan desain yang cantik, serta art piece bergaya surealis yang bikin orang ikut berimajinasi. Tema home goods yang dibawa oleh JDF terasa begitu hidup sebab karya seni yang ditampilkan hadir dalam bentuk barang-barang fungsional yang kita gunakan sehari-hari.

Di festival ini saya melihat bahwa rumah bukan hanya sekadar tempat untuk tinggal, tapi juga ruang untuk mengekspresikan diri lewat seni dan barang-barang yang kita pilih sendiri.

Langkah saya kemudian berhenti di bagian Paperoni; tempat berbagai karya terpilih dari seniman muda Indonesia. Rasanya seperti menemukan ruang galeri mini di tengah festival: rapi, terkonsep, tapi tetap playful. Spot ini menjadi salah satu yang paling menarik perhatian, karena Paperoni menghadirkan wajah baru dunia ilustrasi lokal yang layak diperhatikan.

Tahun ini, JDF juga menyediakan ruang khusus untuk anak-anak lewat kehadiran LittleDoodle. Kehadiran brand seperti Sylvanian Families dan Hompimpah membuat acara ini menjadi ramah keluarga. Saya suka bagaimana JDF mencoba merangkul semua usia dan membuktikan bahwa ruang seni dan kreativitas memang bisa dinikmati seluruh usia, mulai kecil hingga dewasa.

Yang juga menarik adalah bagaimana JDF tak hanya berfokus di festival utamanya. Sebelum acara ini, TFR juga menggelar rangkaian roadshow ke kampus-kampus dan acara Creator’s Speed Dating. Hal ini membuat saya berpikir bahwa JDF bukan sekadar festival empat hari, melainkan juga ekosistem yang berusaha menghubungkan kreator, mahasiswa, dan publik luas. Komitmen ini terasa nyata ketika saya melihat interaksi antara seniman dengan pengunjung yang begitu mengalir; orang-orang tak hanya datang untuk membeli karya, tapi juga mengobrol langsung dengan senimannya.

Secara keseluruhan, hari pertama Jakarta Doodle Fest 2025 memberi kesan hangat sekaligus segar. Ada banyak yang bisa dilihat, dicoba, bahkan dibawa pulang. Dari instalasi seni kolaborasi hingga pojok pijat dan photobooth, semuanya dirancang untuk membuat pengunjung betah berlama-lama.

Bagi saya pribadi, yang paling berkesan adalah bagaimana festival ini menggeser paradigma tentang seni: dari sesuatu yang eksklusif menjadi sesuatu yang bisa hadir di meja makan, di bantal tidur, atau di ruang main anak.

Saya pulang dengan beberapa belanjaan kecil, stiker-stiker lucu, beberapa foto di ponsel, dan perasaan hangat. Serta pandangan baru bahwa seni bukan hanya sesuatu yang bisa dinikmati di galeri dan hanya berfungsi sebagai hiasan saja. Seni juga memberikan nyawa pada barang-barang yang hidup di keseharian kita.

Iin Isnaini

Kadang-kadang menulis, full-time seorang melankolis.

Bagikan:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp

Lihat Juga