Yang kerja capek, ingin resign, sementara itu yang nganggur sulit mendapatkan pekerjaan. Belum lagi, persaingan yang makin ketat karena banyak PHK di mana-mana.
Nganggur itu bukan melulu soal malas, melainkan juga tentang realitas yang tidak adil: di dalam kantor timpang, di luar sana jomplang.
Berdasarkan penelitian “Krisis Peran Sosial: Pengangguran dan Gangguan Psikologis dalam Struktur Masyarakat Modern”, seseorang yang tidak punya pekerjaan akan sulit memenuhi kebutuhan dasarnya karena jauh dari stabilitas finansial. Hal ini bisa memicu gangguan psikologis, seperti merasa tidak aman akan masa depan, kecemasan, stres, hingga depresi, karena hilangnya rasa berharga dan tujuan hidup.
Soal jumlah pengangguran di Indonesia, data BPS menunjukkan bahwa per Februari 2025 ada 7,28 juta orang yang nganggur. Walau TPT-nya turun dibandingkan tahun sebelumnya jadi 4,76 persen, jumlah pengangguran tetap naik 0,08 juta orang.
Lalu, pertanyaan lain pun muncul: siapa yang paling banyak nganggur dari angka itu? Jawabannya, anak muda.
Berdasarkan data yang ada, warga usia 15-24 tahun tercatat jadi kelompok penganggur terbanyak, dibandingkan kelompok usia 25-59 tahun dan di atas 60 tahun. Mirisnya lagi, ada 1 juta lebih lulusan baru (fresh graduate) dari universitas yang belum terserap di pasar kerja.
Menanggapi permasalahan ini, dua menteri mengeluarkan statement yang berbeda.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyarankan masyarakat buat kerja di luar negeri untuk mengurangi angka pengangguran di dalam negeri. Alasannya, masih banyak calon tenaga kerja yang belum terserap di dalam negeri.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Yassierli, bilang kalau lapangan kerja di dalam negeri masih ada di depan mata. Ada program prioritas Presiden seperti MBG, butuh 50.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan ada 80.000 Koperasi Desa Merah Putih. Namun, program-program ini masih dalam tahap persiapan dan pelaksanaan.
Pernyataan dua menteri yang tidak sinkron bikin masyarakat jadi bingung. Disuruh kerja ke luar negeri, tapi di sisi lain dibilang banyak lapangan kerja di dalam negeri yang ternyata masih on progress atau belum terealisasi penuh.
In this economy, kita harus bisa terus adaptasi. Bertahan itu perlu. Bergerak juga penting. Sekecil apa pun langkahmu, itu jadi usaha yang berarti. Dan emang sebaiknya kita bisa saling menguatkan, bantu satu sama lain buat jaga kewarasan diri, semampunya.
Bacaan lebih lanjut:
- Arini, Shafira Cendra. 2025. “1 Juta Sarjana Nganggur, Menaker: Potret Saat Ini”. Detik.com. Diakses 8 Juli 2025.
- BPS. 2025. “Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,76 persen. Rata–rata upah buruh sebesar 3,09 juta rupiah”. bps.go.id. Diakses 6 Juli 2025.
- Kayoko, Debora. 2024. “Pengangguran Jadi ‘Pekerjaan’ dengan Prevalensi Depresi Tertinggi di 2023”. Goodstats.id. Diakses 8 Juli 2025.
- Koli, Y. B., Kamaruddin, S. A., & Awaru, A. O. T. 2025. “Krisis Peran Sosial: Pengangguran dan Gangguan Psikologis dalam Struktur Masyarakat Modern”. PAEDAGOGY: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Psikologi, 5(2), 330-338. Diakses 8 Juli 2025.
- Nugraheny, Dian Erika & Erlangga Djumena. 2025. “Menaker Minta WNI Tak Kabur ke Luar Negeri: Lapangan Kerja Ada di Depan Mata”. Kompas.com. Diakses 7 Juli 2025.
- Setiawati, Susi. 2025. “Warga RI Disuruh Adu Nasib di Luar Negeri: Perawat-ART Paling Favorit”. CNBC. Diakses 7 Juli 2025.
- Zakia, Emily. 2025. “Ada 7,28 Juta Pengangguran di Indonesia, 16% di Bawah 24 Tahun!”. Goodstats.id. Diakses 6 Juli 2025.